Sabtu, 13 Oktober 2012

SEDAU oh SEDAU

Alhamdulillah hari kamis tanggal 11 Oktober kemarin, aku dan beberapa teman MEDIA (Rina, Kak Deny, Icha dan cukem) bisa jalan-jalan menikmati pemandangan alam desa Sedau yang indah. Sekalian survey isu untuk LJTD MEDIA yang ke XXI, kami menyempatkan diri melihat lokasi kemah dan take beberapa foto.

Desa Sedau sendiri masih termasuk dalam kecamatan Narmada-Lombok Barat. Lokasinya tidak jauh kok. Tepat di pasar keru belok kiri. beberapa kilo dari sana kita sudah masuk desa Sedau (ada kok gapuranya, jadi jangan takut kesasar). Jalannya juga lurus terus, nggak belok-belok.
Nah, Lokasi LJTDnya (tuh, tempat kami foto-fotoan itu) tidak jauh dari gapura. Nanti kalau sudah masuk desa Sedau, kita akan menemukan masjid besar, di depan masjid itu ada jalan masuk atau disebelah kanan jalan. Ikuti saja jalan itu sampai menemukan kuburan belok kanan dan sampailah kita di bendungan Sedau yang keren banget pemandangannya. Lokasinya juga pewe banget buat foto-foto atau santai.
Kalau masalah jalan, tidak terlalu parah sih. Memang belum harus jalannya, namun masih bisa dijangkau pakai mobil atau motor. Hanya saja, kalau bisa pakai masker ya kalau nggak mau wajahnya kena debu. Soalnya, karena jalan yang belum diaspal dan banyak truk yeng mengangkut pasir keluar masuk, debunya bisa tebal banget :D.

Nah, ini dia sebagian dari foto-foto yang kita take:
fotografer: Deny Hartawan

Kamis, 11 Oktober 2012

SENJA UNGU


SENJA UNGU
Oleh: Wiladah Azzahra

Aku menatap perempuan itu. matanya bengkak dan tatapannya kosong. Dia tidak bisu namun tidak juga bersuara. Sudah hampir separuh hari dia diam mematung. Hanya kedipan, gerakan yang ia lakukan. Hampir separuh waktu juga aku berusaha menyelami pikirannya, namun aku tak mampu. Mungkin dia tidak berfikir. Mungkin pikirannya kosong.
Kereta ke delapan berhenti di depan kami. Aku pikir dia akan bergerak, membawaku masuk kereta. Namun dia masih mematung. Memandang lurus ke depan. Kosong.

Hari semakin meninggi. Aku masih setia duduk di sampingnya. Menghitung sudah berapa kereta yang kami lewati. Sudah berapa banyak orang yang melewati kami juga berapa kali perutku berteriak ingin disumpal dengan makanan.
Ketika senja sudah tampak, bersinar lembut pada gerbong kereta selanjutnya, perempuan itu bangkit dari kursi. Jilbab merahnya yang panjang melambai anggun di punggung.

“Ini kereta kita,” katanya tanpa melihatku.

Dia bergegas memasuki kereta. Aku mengekor di belakangnya.

Seperti biasa saat kami selalu menaiki kereta bertiga, ia mengambil tempat tepat di tengah. Menyimpan barangnya dengan hati-hati kemudian menikmati empuknya kereta express yang nyaman. Aku duduk di sampingnya. Mengikuti pandangannya yang jauh jatuh pada senja.

“Ibu,” suaraku bergetar.

Dia tidak melihatku. Tatapan matanya tetap pada senja.

“Kapan kita pulang?”

Jantungku berdebar menunggu jawaban dari bibirnya yang kering.

“Nanti jika senja tidak lagi Jingga, namun berganti ungu anggur yang anggun.”

Aku menatapnya lebih lekat lagi. ia masih memandang senja. Bibirnya bergerak pelan. Dalam hati aku menebak, mungkin ia tengah membaca mantera  agar senja tidak lagi berwarna senja namun ungu anggur yang anggun. Tetapi, keraguanku menepis, mungkin sebaliknya itu mantera untuk mempermanenkan senja yang jingga.

Aku membuka tas ranselku kemudian mengeluarkan kotak crayonku. Kuambil warna ungu anggur yang masih utuh. Dengan cepat aku menggoresnya di kaca jendela kereta. Perempuan itu kaget namun tidak menghentikan tanganku sampai akhirnya crayon unguku habis.

“Ibu, Senja sudah menjadi ungu. Ayo kita pulang. Ayah dan Cierra pasti sangat merindukan kita di rumah.”

Perempuan itu memelukku erat sekali. Dia menangis. Air matanya membasahi pundakku. Tidak ada kata-kata yang aku tunggu keluar dari bibirnya. Hanya isakan tangis yang tak bisa ditahannya.

Sementara itu, kereta yang kami tumpangi bergerak perlahan dan akhirnya semakin kencang. Sudah terlambatkah untuk kembali ke rumah? Sama seperti senja ungu yang mungkin tidak akan pernah ada?
*****

SEBUAH MOZAIK YANG HILANG




oleh:: Wiladah Azzahra


Lagi-lagi kau duduk di sana. Memandang keluar jendela dengan mata yang basah. Pandanganmu jauh tanpa titik tumpu, tanpa isi. Pikiranmu melayang mencari-cari sosok yang kau rindukan. Tapi, memorimu yang sudah usang itu tidak lagi kuat berkelana terlalu jauh.
Kau memejamkan mata. Menarik memorimu yang telah berkelana tanpa tujuan. Berhenti sejenak melepas penatnya memori yang baru kembali itu. Kau berdiskusi sejenak dengan memorimu yang telah tenang. Kemudian sepakat untuk berkelana ketempat yang tidak terlalu jauh. Ke tempat yang lebih pasti kau ingat di mana.
Hujan. Hujan kembali turun di saat kau duduk sambil memandang ke luar jendela. Matamu telah kering namun bau tanah basah segera menyeruak hidungmu. Memorimu menangkap sesuatu. Sebuah mozaik yang mungkin hilang dari ingatannya sedangkan kau masih mengingatnya. Memorimu yang tua tidak mampu lagi menyimpan semua mozaik-mozaik kehidupanmu, namun kau berusaha untuk tetap mempertahankan mozaik tentangnya. Sosok yang selalu kau harapkan muncul dari pintu gerbang bercat hijau lumut itu.
###
Kau berlari tergesa menghampiri seorang anak laki-laki yang menangis. Dia memegangi lututnya yang berdarah. Tangisnya semakin pecah saat kau ada di depannya. Sepeda kecil roda dua miliknya tergeletak tepat di sampingnya.
“Tyo, kenapa sayang?” Kau memeluknya. Mengelus kepalanya dengan sayang.
“Kaki Tyo sakit, Bu.” Anak laki-laki itu merengek.
Kau menggendongnya kemudian menenangkannya dengan senyuman. Tyo berhenti menangis. Dia bersandar di bahumu dan ikut tersenyum.
“Nah, kalau tidak menangis rasa sakitnya pasti hilang.” Katamu lembut.
Dia adalah hartamu satu-satunya yang paling berharga setelah suamimu meninggal. Ka begitu menyayanginga. Mendidiknya, membesarkannya serta selalu menjaganya dengan kasih dan sayang. Kau rawat dan jaga dia dengan hati-hati. Selalu memberikannya pupuk agama agar kehidupannya selalu lurus. Ya, kau berhasil membuatnya menjadi sosok yang baik dan penyayang. Kau berhasil.
###
Namun tidak setelah dia dating. Orang ketiga. Perempuan dengan paras cantik yang menjadi pelengkap hidupnya. Dan hari itu adalah hari terakhirmu bersamanya.
“Tyo, Tyo tolong ibu, Nak.” Kau merintih kesakitan.
“Astaga, Ibu. Ibu kenapa?” dia datang. Menghampirimu dan membantumu duduk di bibir ranjang. “Tyo kan sudah bilang kalau ibu butuh apa-apa panggil saja aku atau Mira.”
“Ibu Cuma mau ke kamar mandi.”
“Biar Tyo bantu.”
“Ibu bias sendiri.”
“Ibu.”
Kau menangis. Kau merasa tidak berguna setelah kakimu lumpuh. Kau merasa seperti beban untuknya.
“Aku akan bicara pada Mira agar dia berhenti bekerja dan merawat ibu di rumah.” Dia mencoba untuk menenangkanmu. Tapi, kau menolak.
Kemudian datanglah peremuan itu. Dia membentak dan mengatakan tidak sanggup merawatmu. Tidak ada yang membelamu tidak juga laki-laki yang duduk di sebelahmu. Air matamu jatuh. Hatimu sakit.
“Lebih baik ibu kita titipkan di pantai jompo saja.” Akhirnya perempuan itu membuat penawaran.
Kau diam. Matamu melihat Tyo, menunggu jawabnnya. Walaupun sebenarnya kau sudah pasti tau apa jawabannya. Laki-laki itu mengangguk.
Ya, itu salahmu. Seharusnya kau lihat dulu seperti apa perempuan itu. Atau mungkin memang cinta yang telah membutakan mata anamu terhadap dirimu sendiri.
###
Dan lagi-lagi kau duduk di atas kursi rodamu sambil melihat keluar jendela. Menunggu sosok yang kau rindukan muncul dari balik gerbang hijau lumut panti jompo. Air mata kembali mengalir di pipimu yang berkerut. Samar-sama diantara tirai-tirai hujan, kau melihat sosok itu mendekat membawa paying. Tersenyum ke arahmu.
“Ah, tidak mungkin. Tidak mungkin dia mengingatku setelah satu tahun berlalu.” Kau membatin berusaha menepis bayangan sosok yang terlihat semakin mendekat itu.

Minggu, 07 Oktober 2012

Bukuku:: Serahim Nira


Ini buku terakhir yang terbit dari semua buku antologiku sekaligus buku kesepuluhku. Alhamdulillah target tahun lalu memiliki setidaknya 10 buku antologi tercapai. Yang lebih spesial, buku ini adalah buku pemenang lomba cipta cerpen WR tingkat nasional. Cerpenku yang berjudul LINGKARAN TIGA SUDUT terpilih dari sekian banyak peserta lomba. Ini adalah pencapaian yang luar biasa untukku :)

Judul: Serahim Nira Pemenang Lomba Cerpen Remaja 2012
Tebal: vii + 156 hlm
Harga: Rp 30 ribu (belum termasuk ongkir)
ISBN: 978-602-19968-8-1
Terbit: Juni 2012

Sinopsi:

Merupakan buku antologi pemenang lomba cerpen remaja 2012 yang diadakan oleh Writing Revolution dengan jumlah peserta mencapai 300 cerpen. Kemudian dinilai untuk memilih 30 cerpen dalam buku ini, memiliki berbagai keunikan dan kekhasan dalam penulisan cerpen. Mulai dari cerpen lokalitas, urban, realis, remaja dan abstrak dengan teknik penulisan yang memikat.

Seperti penggalan cerpen Serahim Nira kutipan berikut ini:

Pohon aren itu ibunya, parang itu bapaknya. Pada bunga jantan yang belum mekar, ia memanah jantung nira. Dari batang mayang, lahirlah cairan dunia. Cairan gula. Semurni telaga surga. Manis kau kecap tiada tara. Sementara tak jauh dari sana, berserakan hati yang tak mengenal rasa.

Hati itu milik para penyadap nira. Penyadap kehidupan dari cairan dunia. Meski begitu, di lidah mereka nira tak pernah manis terasa. Sebab dunia ini hanya mengajarkan mereka satu rasa yang tak terdefinisikan. Nanar. Pahit seperti getah pohon awar-awar.

Getirnya sepanjang edelweiss. Abadi dan tak habis dihela waktu. Nanarnya sepanjang kamboja. Kelindan yang suram. Bagai harapnya hanya pekuburan. Tanyamu mengapa? Sebab di negeri ini nafas-nafas yang mencari hakikatnya musafir di tanah sendiri. Pun pemuda ini.

Bukuku:: 99 Pesan Kerinduan untuk Presiden

Buku antologi kesembilanku inih. Dalam buku ini ada 99 surat untuk presiden. Harapan, keingginan, doa dllnya.

Cover buku, 99 Pesan kerinduan untuk Presiden.
99 Surat
22 Puisi.
11 Pantun/syair


Bukuku:: Narsis Unlimited



Ini buku keberapa ya??? Kisah Kesasar saat akan menghadiri pernikahan salah satu teman kampusku, kutulis dalam buku ini. Kocak dan bikin geregetan. xixixi

Adapun nama dan judul tulisan para kontributor dalam buku "Narsis Unlimited" adalah:

Dokter Narsis Mendadak Artis - Bardatin Lutfi Aifa
Ibu Paling Imut- Cicik Sri Winarti
Narsis Datang, Tulisan Tentang Travelling Melayang- Pujia Achmad
Guru Narsis Minder Terkikis- Rifka Fatmawati
Cantik + PeDe = Narsis-Qorri Aina
Buku Gue Gitu Looohhh …!- Ana Khairina
Dimana Kau Sepatuku- Tina Yaneshawary
Narsisnya Bang Adi - Asma Az Zarqaa
Hore, Fotoku Nampang di Koran!- Risah Azzahra
Chocolate is Confidence - Saiful Anwar
Berkat Sispala-Rik Sjp
Geng Hancur-Ade Batari
Penyasar Tangguh-Raldina Asdyanti
Kamera Memoriku – Sabil Ananda
Hyper Narsis - Pameta Filsa
Say Yes To Narsis! - Arista Devi
Sepatu Derita-Bung Tsu
Bening ? Ops ..-Irmayana
Lampu Merah Pembawa Berkah-Rozie deedee
Narsis Ke Masjid-Aa_Kaslan
Bukan Sembarang Eksis, Makna Eksis bagi Quizes Hunter-Nurkartikasari
Terjebak Narsis-Chinglai Li
Bandung Super Mall - Taufiqurrahman Hariri
Gank Kesasar - Dhoifurrohmaniyah

PASHMINA:: Jilbab Selendang

Sebenarnya sih, ini produk yang aku jual. Namanya Pashmina. Jilbab yang bentuknya kayak selendang gitu. Sebelum ngetren, aku sudah punya beberapa dan dulu sering banget memakainya. Namun karena berat badan yang kian naik sehingga membuat bentuk badan aku melar, aku tidak cukup PD untuk menggunakannya.

Sampai akhirnya sore ini aku memakai pashmina lagi. Ceritanya mau motret-motret untuk katalog onlinenya. Eh, ternyata nyaman makainya. Akhirnya, JJS tadi memberanikan diri memakai pashmina. Walaupun akhirnya dandanan menjadi berantakan karena kenna angin :)


Nggak cuma pashmina. Aku juga coba-coba pakai Headbad. Aslinya sih nggak tau bagaimana cara pakainya, tapi aku asal aja makainya dan beginilah hasilnya::

Berdandan, Bagian dari Kehidupan Seorang Perempuan

Ini hanya sebuah rekayasa (fotonya) Ceritanya lagi dandan

Dandan? Sejak kapan ya jadi maniak berdandan? Jadi lebih memerhatikan penampilan dan lebih rapi. Walaupun wajah tetep aja begitu rupanya dan nggak rapi-rapi, tetep dandan.

Sejak beberapa bulan yang lalu; bedak, lipbalm, minyak wangi dan tissue menjadi penghuni tas jinjingku. Nyadar kalau kulit wajah tipe minyakan (sampai bisa goreng telur tuh di minyak wajah, xixixixi), maka bedak adalah alat make up yang wajib di bawa. Lipbalm ikut serta karena bibir suka pecah-pecah dan kering. Serta minyak wangi, karena badan yang terlalu cepat berkeringat. Sedangkan tissue, aku lebih senang menggunakan tissue basah. Karena memiliki beberapa keunggulan. Beberapa diantaranya, tissue basah bisa menjadi pengganti air untuk cuci tangan di saat kita membutuhkannya. Tidak lengket di wajah yang minyakan seperti tissue kering. Lebih wangi dan lain-lainnya.

Nah, sejak beberapa bulan itu juga baru nyadar kalau perempuan dan berdandan itu tidak bisa dipisahkan. Dandan itu penting dan perlu. Bukan hanya membuat kita sekedar terlihat lebih cantik atau fresh, tapi juga dapat menimbulkan rasa percaya diri (asal jangan menor aje dandanannya).


Sabtu, 06 Oktober 2012

Song Of Rain

Song Of Rain



Apakah kau tau? Bahwa hujan sebenarnya bisa bernyanyi. Mereka memainkan ribuan alat musik bersama-sama, menciptakan nada-nada yang indah. Setiap detik, akan ada ribuan suara, nada dan melodi. Tapi tentu saja kau tidak akan bisa mendengarnya hanya dengan berdiri sambil melihat hujan. Kau harus menyambutnya dengan tangan terentang kemudian merapatkan telingamu di tanah. Di sanalah kau akan mendengarnya. Nyanyian hujan.
Dia adalah Sae, kakak perempuanku sekaligus anak tertua di dalam keluargaku.  sifat ramah dan penyayang yang dimilikinya membuatnya tidak sudah memiliki teman.  Dia selalu ceria dan memiliki banyak sekali cerita yang menarik. aku adalah salah satu dari sekian banyak penggemar cerita-ceritanya. Dari semua ceritanya yang paling aku suka adalah Nyanyian Hujan.
“Kau tau Ara, hujan itu sebenarnya bisa bernyanyi.”
“Ho, benarkah?” Aku terkejut sekaligus penasaran mendengarnya.
“Hm,” dia mengangguk mantap. “Nanti akan aku tunjukkan bagaimana cara mendengar nyanyian hujan saat hujan turun. Kau mau?”
Aku mengangguk dengan semangat menggebu. Aku suka sekali hujan, tapi aku tidak tau dia bisa bernyanyi. Yang hanya aku tau pekawinan hujan dan mentari akan menghasilkan pelangi.
****
Hujan turun. deras. Senyum kak Sae mengembang. Sudah hampir duapuluh menit dia berdiri di balik gorden dan melihat keluar jendela menunggu hujan menjadi sederas itu. Dia berlari membuka pintu kemudian berhenti di ujung teras. Dia merentangkan tangannya, memejamkan matanya kemudian menghirup aroma hujan yang basah siang itu.
“Araaa, cepatlah keluar.”
Aku bergegas menghampirinya. Dia menarik tanganku.
“Kita sambut hujannya.”
Kami menyapa hujan. Kak Sae menyuruhku merentangkan tangan sambil memejamkan mata kemudian mendongak menikmati tamparan-tamparan titik hujan.
“Apa kau merasakannya Ara? Kau merasakannya?”
“Merasakan apa?”
“Hujan. Wanginya dan sentuhannya dikulitmu.”
Aku mengangguk.
“Ayo,” Dia kembali menarik tanganku. Aku melihat apa yang kak Sae lakukan. Aku bingung melihat kak Sae tengkurap di tanah. “Ayo lakukan sepertiku. Kau ingin mendengar nyanyian hujan kan?”
Aku mengikuti perintahnya.
“Apa kau mendengarnya?”
Aku mengangguk. Menatap kak Sae masih dengan posisi tengkurap. Kami ternyesum seakan merasa begitu bahagia.
Kak Sae, apakah kau benar-benar bisa mendengar nyanyian hujan? Atau, apakah benar hujan itu bisa bernyanyi? Kak Sae, kau benar-benar tau bagaimana cara mencari kebahagiaan.
****
Saat kak Sae pertama kali mengajakku mendengar nyanyian hujan, usianya limabelas tahun dan usiaku Sembilan tahun. Saat dia berusia enambelas tahun dia meninggal dunia. Kak Sae meninggalkanku namun tidak membawa serta semua kenangan-kenangannya.
Dan setelah limabelas tahun berlalu, aku masih dan akan terus percaya; ketika hujan turun, itu adalah waktu di mana dia akan pulang ke rumah. Mengajakku mendengar nyanyian hujan.
****
*Baca sambil dengerin lagu yang jadi inspirasinya lebih kerasa loh ceritanya. Judul lagunya Song of Rain (Full instrument, without lyric) cari yang piano ya bukan yang string (lebih bagus soalnya).
**Terinspirasi dari soundtrack Love Rain (Song of Rain)
dan cerita masa kecilku tentang hujan.

#Dear Hida. Kapan kita main hujan lagi?
Berlari sambil merentangkan tangan,
membuat perahu dari pelepah pisang
dan membiarkannya berlayar sendir ke sungai
seperti waktu-waktu 18 tahun yang lalu.#

<3 Untuk Almarhum kakakku, Hidayatul Wiladah  yang selalu menemaniku bermain hujan<3