Jumat, 08 April 2011

catatan 5 : Friendship ( flash fiction)

Sosok itu tak jua datang. Sudah satu jam telat dari waktu perjanjian yang seharusnya. Aku melihat keluar jendela. Bayangannya pun tak ada rupa – rupanya. Ku tahan sekuat tenaga air mataku yang ingin tumpah sejak tadi. Aku ingin dia segera datang.
Sebenarnya aku tidak pernah meragukan perannya sebagai sahabatku. Duapuluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk membangun sabuah ikatan persahabatan. Perselisihan, salah faham juga cobaan dapat kami lalui bersama. Tapi ini bukan masalah itu. Ini adalah masalah hari ini dan hari – hari yang akan datang.
Dari kejauhan aku melihat Us berlari. Ditangannya ada selembar kertas. Dia menyodorkan kertas itu padaku dengan pengantar “dari kakak”. Kubuka dengan tidak sabar kemudian kubaca isinya. Dunia runtuh rasanya. Aku sengaja membuat janji dengannya malam ini karena aku tau si Taufan akan melamarnya malam ini. Agar dia tidak menerima lamaran pria itu. Hancurlah sudah persahabatanku dengannya. Tentulah dia akan lebih memilih Taufan daripada aku, kenangan indahnya.

catatan 4: Good Bye Someone (flash fiction)

Masih ingat hujan 2 tahun yang lalu? kita bertemu diam - diam di jalan setapak dekat rumahku. Aku pikir kau akan marah karena aku terlambat, tapi ternyata kau malah memelukku. Tatapanmu waktu itu menembus sampai jantung hatiku. walau tak kau katakan tapi aku tau kau mencintaiku.

"Mungkin karena cinta, aku tak sanggup menyentuhmu lebih dari ini." katamu. Aku termangu mencerna setiap kata2mu. tapi tak kutemukan jua apa artinya. Setelah mengecup keningku kau pun pergi meninggalkanku di tengah hujan dan tak kembali lagi. Setelah itu baru aku bisa mengerti kata - katamu. Karena kau tak akan kembali lagi padaku. Karena setiap ruangan hampa yang ada diantara jemarimu telah terisi. Tapi bukan aku yang mengisinya. Seseorang yang ada disana. yang telah melengkapi tulang rusukmu.

TENTANG MEREKA TENTANG HUBUNGAN SEGITIGA KAMI


Hari semakin sore. Warna jingga sudah turun memenuhi cakrawala yang mulai berganti warna karena mentari sudah ingin kembali ke peraduannya. Entah aku melihat apa jauh ke depan sana. Rasa hampa yang menyelimuti hatiku menggebu-gebu. Ingin rasanya aku menumpah rasa ini ke dalam ember besar dan menutupnya agar tidak lagi mendekatiku. Tapi, apa dayaku sebagai hamba yang lemah? Sejak kembali pulang ke kampung halaman, sejak melihat keadaan Bunda, juga sejak menatap wajah Ayah perasaan hampa itu datang. Aku merasa beda. Duduk bersama ayah juga bicara dengannya. Aku merasa hancur. Melihat keadaan bunda. Aku ingin menggantikannya.

“Anja, kamu sedang melihat apa nak?” Tanya ibu dengan segenap kekuatannya. Badannya yang lemah sudah membuatnya pasrah dan tak bisa bangkit untuk mengurus dirinya sendiri.

“Senja Bunda.” Jawabku sambil mendekatinya. Bundaku yang malang. Strok membuat badannya lumpuh. Ditambah lagi penyakit jantungnya yang selalu kambuh beberapa kali dalam seminggu. Aku tidak tega melihat bunda menderita.

“Waktumu banyak tersita untuk menemani bunda. maafkan bunda ya, Nak.”


C.I.N.T.A 2


Rutin pukul 7 pagi semua anggota keluarga akan menikmati tontonan perang dunia ketiga gratis. Helena, kakak perempuanku yang bagaikan bom yang kapan saja bisa menghancurkan rumah berapi –api. Bakat temperamennya yang tinggi memang sudah terlihat sejak balita. Tidak bisa kalah oleh siapapun. Jikapun kalah maka kekalahan itu akan berujung dendam yang membatu di dasar hatinya.


Aku jadi ingat pertama kalinya kak Helena membawa kak Bayu –suaminya- ke rumah. Wajah bahagia kak helena kentara sekali dan tidak bisa disembunyikan. Di hari itu pun kak Bayu mengutarakan niatnya untu melamar kakak perempuanku satu – satunya itu. Bukan hanya aku tapi semua keluarga terkejut. Masalahnya kak Helena belum jua tamat kuliah dan kak Bayu baru wisuda. Namun cinta yang menjadi senjata ampuh kak Helena waktu itu. Cinta yang akhirnya mengantarkan kak helena dan kak bayu ke pelaminan.