Rabu, 04 September 2013

Dia, November



Dia, Namanya November. Dia adalah satu-satunya orang spesial yang pernah aku miliki. Spesial—ya, sespesial ini. Aku pernah bertanya padanya mengapa dia tidak meninggalkanku saja dan mencari perempuan lain yang lebih sempurna. Lama dia terdiam setelah mendengar pertanyaanku. Matanya yang berwarna coklat susu tajam melihat mataku. Aku merasa tegang menunggu jawabannya. Lalu, tiba-tiba dia tersenyum. Perasaanku dengan ajaib mencair dan aku tersipu melihat senyumannya yang selalu kurasakan bagaikan sihir.
“Jika aku sudah memiliki yang sempurna, mengapa aku harus mencari yang lebih sempurna lagi?” katanya.
Wajahku memanas. Kata-kata itu terdengar indah sekali. Walaupun ini tidak adil untuk Ember, begitu aku memanggilnya.
“Tapi—tapi aku,” aku menunduk melihat diriku. Aku jauh sekali dari kata sempurna.
Dia mendekatiku kemudian berlutut di depanku. “Cinta itu bukan di sini,” dia menyentuh kepalaku. “Atau di sini,” dia menyentuh mataku. “Tapi di sini, April.” Dia menepuk dadanya. “Jika sudah di sini, tidak akan ada lagi yang bisa mengganggu gugat. Apapun itu. Bahkan masalah fisik sekalipun.”
Aku bahagia mendengar kata-katanya. Sekarang aku berani melihat matanya yang cerah. Dia selalu membuat aku terlihat sempurna. Ya, dimatanya aku ini mungkin selalu sempurna.
****
Kari ini seperti biasanya, Ember menemaniku ke rumah sakit. Dengan sabar dia menggendongku keluar dari mobil kemudian meletakkanku kembali di kursi roda. Kata-katanya beberapa waktu yang lalu membuatku lebih percaya diri saat bersamanya. Walaupun dengan keadaan yang kurang. Duduk di atas kusi roda tanpa satu kaki dan menggunakan alat bantuan mendengar. Dia seakan penyihir yang membuat aku selalu merasa sempurna.
****

0 komentar:

Posting Komentar

Janganlah menjadi JAELANGKUNG yang datang tak dijemput dan pulang tak diantar dengan tidak meninggalkan jejak anda dengan berkomentar :D