Dia, Namanya November. Dia adalah satu-satunya orang
spesial yang pernah aku miliki. Spesial—ya, sespesial ini. Aku pernah bertanya
padanya mengapa dia tidak meninggalkanku saja dan mencari perempuan lain yang
lebih sempurna. Lama dia terdiam setelah mendengar pertanyaanku. Matanya yang berwarna
coklat susu tajam melihat mataku. Aku merasa tegang menunggu jawabannya. Lalu,
tiba-tiba dia tersenyum. Perasaanku dengan ajaib mencair dan aku tersipu
melihat senyumannya yang selalu kurasakan bagaikan sihir.
“Jika aku sudah memiliki yang sempurna, mengapa aku
harus mencari yang lebih sempurna lagi?” katanya.
Wajahku memanas. Kata-kata itu terdengar indah
sekali. Walaupun ini tidak adil untuk Ember, begitu aku memanggilnya.
“Tapi—tapi aku,” aku menunduk melihat diriku. Aku
jauh sekali dari kata sempurna.
Dia mendekatiku kemudian berlutut di depanku. “Cinta
itu bukan di sini,” dia menyentuh kepalaku. “Atau di sini,” dia menyentuh
mataku. “Tapi di sini, April.” Dia menepuk dadanya. “Jika sudah di sini, tidak
akan ada lagi yang bisa mengganggu gugat. Apapun itu. Bahkan masalah fisik
sekalipun.”
Aku bahagia mendengar kata-katanya. Sekarang aku
berani melihat matanya yang cerah. Dia selalu membuat aku terlihat sempurna.
Ya, dimatanya aku ini mungkin selalu sempurna.
****
Kari ini seperti biasanya, Ember menemaniku ke rumah
sakit. Dengan sabar dia menggendongku keluar dari mobil kemudian meletakkanku
kembali di kursi roda. Kata-katanya beberapa waktu yang lalu membuatku lebih
percaya diri saat bersamanya. Walaupun dengan keadaan yang kurang. Duduk di
atas kusi roda tanpa satu kaki dan menggunakan alat bantuan mendengar. Dia
seakan penyihir yang membuat aku selalu merasa sempurna.
****
0 komentar:
Posting Komentar
Janganlah menjadi JAELANGKUNG yang datang tak dijemput dan pulang tak diantar dengan tidak meninggalkan jejak anda dengan berkomentar :D