#1. Perkenalan—Pagi pertamaku di tempat yang baru
Lima belas Desember, akhirnya aku pindah lagi. Kali ini ke tempat yang jauh dan tak ada yang mengenalku. Aku yakin pasti bisa menjalankan hidup yang baru ini. Tapi, aku tidak yakin apakah aku akan diterima lebih baik di sini daripada di tempatku sebelumnya. Ya Tuhan, tetaplah di sampingku.
Pagi ini aku meninggalkan tempat tidurku lebih awal. Sambil menyeruput the hangat, aku duduk di kursi rotan yang ada di depan kamar kosku. Aku menghirup udara pagi yang segar untuk pertama kalinya di tempatku yang baru ini. Memerhatikan keramaian pagi yang ceria. Para pedagang, ibu-ibu yang menyapu halaman depan rumahnya, serta orang-orang yang jogging. Wah, ini membuatku semangat. Aku beranjak dari dudukku kemudian meloncat-loncat kecil.
Sayangnya aku masih memakai baju –tidur– t-shirt bermotif spongebobku. Kalau tidak, aku pasti sudah mengekor orang-orang yang jogging tadi. Aku memang akan sangat bersemangat jika melihat orang-orang yang bersemangat. Itu seperti motivasi untukku.
Aduh, tapi perutku sepertinya tidak bersahabat. Lapeeerrrrr. Perutku bunyi ala perut keroncongan gitu deh yang semua orang pasti tau bunyinya bagaimana. Teh hangat tadi rupanya tidak mampu menyogok perut lapar. Aku kembali masuk ke kamarku dan melihat persediaan makanan. Alamak, kosong melompong. Tidak ada sebutir beras atapun sepotong tempe yang selalu menjadi menu kesukaanku.
Cepat-cepat aku keluar mencari para pedagang nasi bungkus yang dari tadi berselewaran. Tapi sialnya, mereka seakan ditelan bumi. Tak ada satupun yang kehilangan. Perut laper buat BT.
Aku memutuskan untuk keluar dari kosku. Mungkin bapak pedagang atau ibu pedagangnya ada di rumah tetangga. Eh, benar tebakanku. Setelah berjalan lumayan jauh aku menemukan sosok malaikat penyelamatku. Seorang ibu-ibu yang sebenarnya cocok aku panggil mbah tengah sibuk melayani para penghuni kos-kosan pondok pelangi di ujung jalan.
Aku bersyukur. Nyaris mau sujud syukur kalau aku tidak ingat ini ditempat ramai. Kudekati si embah, eh si pedagang nasi bungkus.
“Bu, nasinya dua bungkus ya dan kerupuknya empat.”
Si ibu pedagang nasi melihatku sambil tersenyum kemudian mengambilkan pesananku dan membungkusnya dengan kantong plastik hitam.
“Berapa, Bu?”
“Sepuluh ribu.”
Astaga!! Sumpah, rasanya pengen ngumpet di lubang yang paling dalam dan gelap. Aku kan masih pakai baju tidurku dan baju ini tidak ada kantongnya. Tadi aku buru-buru mencari pedagang nasi bungkus dan itu artinya aku tidak berfikir untuk membawa uang. Gila! Belanja tidak bawa uang?
“Ada apa, Mas?” Tanya si Ibu Nasi, eh pedagang nasi.
“He, eh—anu, anu Bu. Saya nggak jadi beli nasinya bu.”
Kruukkrruuukkrruuuk
“Lo, kenapa Mas? Itu perutnya bunyi lo.”
Tambah malu aku jadi salah tingkah. Nih perut kok pake acara bunyi segala sih? Dan akhirnya aku memutuskan untuk jujur apa adanya. “Saya tidak bawa uang nih, Bu. Nggak enak kalau harus ngutang. Ibu kan belum kenal saya.”
Si ibu pedagang nasi cekikikan. Mbak-mbak yang ngekos di sana juga cekikikan. Tambah maluuu.
“Aini,” Ibu pedagang nasi itu menyodorkan tangannya. “Panggil aja bi Aini. Nah, sekarang sudah kenal kan. Boleh kok dihutang. Saya tau Masnya tinggal di pondokan edelweiss.”
Aku tersipu malu. Ternyata si bi Aini –sekarang manggilnya gitu– memerhatikanku juga.
“Jadi, Bi?”
“Besok bibi ke kosnya kalau ndak mau ngutang lama.” Dia menyodorkan bungkusan yang lama tertahan di tangannya.
“Saya Ember, Bi. Di kamar nomer 09.”
Bi Aini dan mbak-mbak yang masih duduk di sana tertawa lagi mendengar namaku. Hingga aku terpaksa memberitahukan lengkapnya.
“Nama saya lengkapnya September dan dipanggil Ember bukan ember kayak yang dipakai nampung air itu ya Mbak,” kataku.
Sebelum merasa lebih malu lagi aku memutuskan untuk pergi dari sana setelah mengucapkan terimakasih pada bi Aini. Syukurlah bi Aini baik hati. Hanya dengan modal perkenalan dia mau memberikanku hutang. Terimakasih Allah atas nikmat pagi ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Janganlah menjadi JAELANGKUNG yang datang tak dijemput dan pulang tak diantar dengan tidak meninggalkan jejak anda dengan berkomentar :D